Selasa, 15 Maret 2011

Kisah sukses Muhadi Setiabudi menjadi pengusaha bus PO Dedy Jaya

Kondektur Sukses Jadi Pengusaha BusPDFCetakE-mail
Melalui kerja keras dan keuletan, Muhadi Setiabudi sukses menjadi pengusaha bus Dedy Jaya. Ia merintis usahanya dari berdagang es lilin hingga menjadi kondektur bus. Dedy_jayaKini bisnisnya sudah berkembang pesat, mulai dari hotel, pabrik cat, mal, hingga toko bangunan.
Soal nasib urusan belakang. Itulah pegangan hidup Muhadi, entrepreneur asal Brebes, Jawa Tengah. Kerja kerasnya selama sekitar 19 tahun kini membuahkan hasil. Grup usaha PT Dedy Jaya Lambang Perkasa yang berdiri sekitar 15 tahun silam, kini menjelma menjadi kerajaan bisnis dengan 2.500 karyawan. Lini usahanya juga sungguh beragam luas, mulai dari mengelola ratusan armada di bawah bendera perusahaan otobus (PO) Dedy Jaya, hotel, pabrik cat, toko bahan bangunan, toko emas, hingga bisnis mal di Brebes, Tegal dan Pemalang.
Pria yang hanya menamatkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah dari sebuah pesantren di Cirebon ini merintis kerajaan bisnisnya dengan susah payah. Muhadi muda sempat melakoni pekerjaan kasar seperti berdagang es lilin di kampung, menjadi kondektur bus, serta berjualan minyak tanah. Pekerjaan itu ia jalani hingga 1979 atawa sekitar lima tahun sejak menamatkan pendidikan menengah. Di saat senggang, ia juga ikut membantu ayahnya bertani di sawah.
Jalan terang agaknya mulai terbentang setelah Muhadi menikahi Atik Sri Subekti pada 1981. Karena kian terdesak harus membiayai keluarga barunya, dia tak bisa lagi menyandarkan penghasilan dari kerja serabutan. Muhadi pun mulai menerjuni usaha dagang bambu dengan modal awal sekitar Rp 50.000. Modal ini ia kumpulkan dari upah membantu orang tuanya di sawah.
Guratan sukses Muhadi tampaknya memang sudah terukir di bambu. Sebab, jerih payahnya berjualan bambu tersebut menuai hasil lumayan. Apalagi beberapa pesanan dalam jumlah besar juga mulai berdatangan. Misalnya, dia sempat mendapat order dari sebuah kontraktor bangunan untuk menyuplai ribuan batang. Untungnya meningkat, dari sekitar Rp 70.000 sebulan menjadi Rp 470.000 sebulan.
Selain mendapat order, ada berkahnya juga Muhadi bergaul dengan para kontraktor itu. Ia jadi mulai mafhum tentang seluk-beluk usaha bahan bangunan. Dua tahun setelah berdagang bambu, Muhadi lantas mendirikan toko bahan bangunan dengan modal yang ia kumpulkan dari untung berdagang bambu.
Rupanya pilihan Muhadi melebarkan sayap ke bisnis bahan bangunan sungguh tepat. Karena usaha barunya itu benar-benar menjadi tambang emas yang tiada henti mengalirkan untung. Bahkan, tujuh tahun setelah berkutat di material, keuntungannya dari berjualan bahan bangunan sudah bisa menjadi modal untuk membeli beberapa bus besar. Muhadi seperti terobsesi berusaha di jasa sarana angkutan. Boleh jadi selain meraup untung dari jasa ini, dia ingin mengenang masa sulitnya menjadi kondektur.
Kini, jumlah armada busnya yang berbendera PO Dedy Jaya sudah mencapai ratusan unit. Penumpang asal Pantura, Tegal, Pekalongan, dan Purwokerto yang hendak ke Jakarta tentu sudah tak asing lagi dengan bus ini. Maklum, Dedy Jaya melayani trayek Jakarta-Purwokerto, Jakarta-Tegal, dan Jakarta-Pemalang- Pekalongan. Ia mencomot nama untuk bus serta grup usahanya dari nama anak pertamanya, Dedion Supriyono. Selain menggeluti bus, Muhadi juga mulai merambah ke toko emas dan bisnis perkayuan. (*/ dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar